Rambo dan Jacky, Mungkin Adalah Alasan Wenger Tidak Membeli Fabregas

Sumber: Wallpaper Barcelona


Suatu hari di bulan November 2004 dalam laga panas North London Derby di White Hart Lane musim 2004-2005 EPL, Arsenal menduetkan Vieira dengan bocah berusia 17 tahun bernomor punggung 15 di lini tengah. Walau tidak terlalu mencolok selama pertandingan, namun sebuah assistnya yang berujung gol keempat Arsenal membuat mata siapapun terbuka bahwa calon supertsar Arsenal telah lahir. Proses assist ini mempelihatkan betapa dengan jeniusnya si bocah ini memberi assist pada Ljungberg yang gerakannya di dalam kotak penalti sedikit ‘dihiraukan’ barisan belakang Tottenham karena disangka offside dan mereka lebih memberi perhatian kepada Pires yang menusuk ke kotak penalti dari sisi kanan. Akan tetapi Killer Pass alumnus La Masia ini kepada Ljungberg sukses mengecoh hampir 4 bek berpengalaman Totts dan berujung gol keempat Arsenal dalam derbi trengginas 9 gol itu (4-5 untuk kemenangan Arsenal). Komentator pun ikut memekik “brilliant” sebanyak tiga kali menyaksikan keajaiban si nomer 15 ini. Itulah salah satu penampilan menawan Francesc Fabregas Soler selama membela Arsenal.
Tak dipungkiri apabila performa Fabregas di awal hingga pertengahan musim ini bersama Chelsea membuat kita seolah memimpikan sosoknya (lagi) di Arsenal. Sebagaimana kita telah melihat dan pandit-pandit sepakbola memuja-mujanya, diiringi bukti otentik berupa penampilan top di lapangan ataupun Chelsea yang mampu mengunci puncak klasemen EPL saat ini, tidak lepas dari peran seorang Francesc Fabregas Soler. Apabila di awal musim banyak timbul pertanyaan (terutama dari media—yang haus akan berita-berita zenzazional—untuk disuapkan pada pembaca) terhadap perekrutan Fabregas oleh Mourinho serta ditingkahi ‘under estimated’ kita akan kredibilitas Fabregas (akibat dari pemberitaan tadi), yang mana ia hanyalah anak bawang di Barcelona, mengingkari statistiknya yang cukup gemilang walau jarang tampil. (Apalagi ia berpindah kapal ke Chelsea, di mana kapal mewah Abramovich ini sudah dipenuhi ‘barang-barang mahal’ berkilat-kilat (baca; muda) macam Hazard, Oscar, Willian, Obi Mikel, Schuerrle dan lain sebagainya. Tentu kehadiran Fabregas hanya seperti barang second menunggu rongsok saja? Dan inilah senjata utama media untuk mengolok-oloknya dengan berbagai ironi)
Maka pola pikir dangkal tersebut dijungkir balikkan oleh Mou. Fabregas yang biasa bermain menyerang di Barcelona, ternyata dengan brilian di ‘biasakan’ lagi oleh Mou untuk bermain lebih ke belakang dengan berdiri sejajar bersama gelandang bertahan. Hupla! Kembalilah Fabregas menjadi aktor di balik layar, layaknya ketika ia muda sewaktu bermain di Arsenal. Kontribusinya di posisi baru tapi lama di Chelsea ini berpengaruh besar terhadap perkembangan permainan dan performanya, tentu saja kita para gooners tak pelak ikut terbuai Cesc ‘magic effect’ tadi. Seakan-akan pikiran kita mengembara hampir sedekade silam saat bocah berusia 17 tahun bernama punggung unik ‘Fabregas’ berduet dengan komandan perang Arsenal, Patrick Vieira. Walau ia tidak setinggi, sekekar dan sebrutal Vieira, magis bocah culun ini adalah ketenangan, kontrol bola aduhai dan umpan-umpan ‘unpredictible’ miliknya.
Di Arsenal, bekas  bocah culun ini bertransformasi menjadi gelandang bertaraf ‘world class’. Posisi masa kanak-kanaknya sebagai gelandang tengah dan melakukan ‘game making’ di area middle third lambat laun dipoles menjadi ‘deadly midfielder’ di area final third lawan, baik dengan Killer Pass ataupun mencetak gol.
Apa yang kita tonton pada Fabregas di Chelsea saat ini sudah pernah kita lihat kala ia berbaju Arsenal pada periode 2004-2008 itu, ketika ia berposisi sebagai gelandang tengah. Jika dibilang perannya di Arsenal pada periode itu sebagai box-to-box rasanya tidak cocok, bila dikatakan gelandang serang juga tidak, karena ia berposisi gelandang serang mulai 2009. Mungkin bisa dibilang gelandang tengah dengan peran deep lying playmaker.
Meski kala itu Fabregas masih setengah matang, tapi Mou kini memetik kematangan Fabregas di posisi tersebut di Chelsea. Berduet dengan Matic sebagai poros ganda Chelsea, Fabregas lebih condong sebagai metronom daripada fighter. Tipe Fabregas yang pasif kala bertahan tak cocok sebenarnya kalau bertahan, tetapi ia dicover oleh Matic. Tidak Matic saja, bahkan Oscar yang berdiri di depan Fabregas pun menjadi pelindung Fabregas (tentu kita masih ingat saat Chelsea mengalahkan Arsenal di Stamford Bridge, betapa Oscar yang malah sering agresif terlibat pertarungan merebut bola dibanding Fabregas, walau secara posisi Fabregas lah yang seharusnya mengemban tugas tersebut). Tidak hanya itu, kedinamisan gerakan Fabregas yang kadang bertukar posisi dengan Oscar (mungkin juga dirujuk Mou kala Cesc bermain di Arsenal dengan gelandang-gelandang dinamis), menjadi sebuah mikro taktik yang sulit di prediksi lawan.
Chelsea menggunakan fungsi Cesc sebagai alat penghubung efektif, efesien dan dinamis menjembatani lini belakang dan lini depan, tak lupa mengkreasi berbagai bentuk serangan dengan imajinasi dan visi super. Tak ayal pengaruhnya di Chelsea begitu besar.
Melihat paparan di atas, bukankah seharusnya Arsenal sangat cocok bagi Fabregas?
Kita kembali ke belakang, sewaktu Fabregas di Barca, ia sering ditaruh di posisi menyerang (sebagai second striker atau false nine). Ketika ia masuk daftar jual Barca maka banyak berita yang mengatakan ia akan kembali ke Arsenal dan bakal bersaing dengan Oezil di posisi playmaker. Mindset ini seolah dimakan mentah-mentah oleh kita di awal musim, serta melupakan bahwa gelandang pintar ini sesungguhnya adaptif di berbagai posisi di lini tengah. Dan Mou melakukan hal itu. Kecerdasan Mou mengembalikan Fabregas ke posisi masa kanak-kanaknya berbuah kesuksesan gilang gemilang. Ditunjang pula adatasi mulus Cesc di EPL karena ia sudah berpengalaman di kancah ini sebelumnya.
Lalu? Kenapa Arsene Wenger tidak melakukan hal serupa? Malah lebih memilih ketiban ‘duit’ dari penjualan Barca ke Chelsea? Mari kita coba melihat fakta-fakta yang ada saat ini dan berpikir dari sudut pandang ‘professor’. Kita sekarang menyadari bahwa Fabregas sangat pas berposisi sebagai gelandang tengah/holding midfiled. Ball control, passing, vision, game making-nya adalah kelebihan Fabregas yang dibutuhkan Arsenal. Harusnya ia bisa berduet dengan Wilshere, Ramsey, Arteta atau Flamini di poros ganda Arsenal tanpa mengganggu Oezil sedikit pun di depan. Tetapi itu pemikiran kita pada formasi Arsenal musim lalu dengan 4-2-3-1 yang juga digunakan Chelsea sekarang. Pada kenyataannya, musim ini Arsene Wenger coba menerapkan pakem baru 4-1-4-1. Namun, bukankah Fabregas masih bisa berduet dengan 2 gelandang tengah pada formasi 4-1-4-1? Inilah masalahnya. Arsene Wenger tampaknya telah ‘mensucikan’ posisi itu pada 2 calon bintang Inggris Raya, Wilshere dan Ramsey. Bahkan Oezil yang sangat baik berperan sebagai gelandang serang di area tengah musim lalu, playmaker yang mengguncang EPL musim lalu, terpaksa dilempar ke sayap guna mengakomodir 2 juniornya dalam pakem 4-1-4-1 tersebut, apalagi Fabregas.

Jack Wilshere (kiri) dan Aaron Ramsey. (Sumber: Gooner Talk)  
Diwaktu  Wilshere dan Ramsey fit, saya tidak yakin Fabregas akan menjadi starter di Arsenal. Kalau ditaruh di sayap, ini sama saja dengan membuat lawakan kelas ‘Opera Van Java’ karena Fabregas tidak memiliki kecepatan. Ditaruh di belakang Wilshere dan Ramsey? Sebagai gelandang bertahan? Makin pecahlah tawa tim lain, yang mana sama saja membuka pintu rumah dan mempersilahkan anak dewa badai masuk mengobrak-abrik segala isi rumah. Belum lagi jika nanti Fabregas tak kerasan di bangku cadangan hanya sebagai pelapis Ramsey dan Wilshere.
Maka sudah jelaslah kenapa Arsene Wenger tidak mengamit kembali si anak hilang ini ke pangkuan Arsenal. Apa sebab? Tak ada posisi buat Fabregas di skuat utama Arsenal saat ini. Sifat idealis sang profesor yang lebih mementingkan ‘long term project British Core’-nya mengalahkan keinginan fans untuk melihat Arsenal diperkuat mantan kapten mereka Fabregas. Jadi mulai dari sekarang, hentikanlah mimpi-mimpi indah tentang Fabregas untuk kembali dan bermain di Arsenal.

Terlepas setuju atau tidaknya atas banyolan tolol dan garing saya di atas—silahkan dicaci maki kalau perlu—sekarang mari persiapkan diri untuk laga akbar Arsenal berikutnya saat bertandang ke Britannia Stadium malam minggu nanti. Have a nice day!

VCC

* Tetapi, jika boleh berangan-angan, apabila Arsenal berhasil menggaet Fabregas di awal musim, tidak terbayangkan betapa makin cantik, sensual dan menggairahkannya permainan Meriam London dikomandoi 2 pemain bertipe kreator kelas atas. Ibarat seperti Madrid memiliki Alonso dan Oezil sekaligus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batagak Tunggak Tuo

Prompt #71: Her

Prompt #71: This Journey With You