Musikku Inspirasiku


WARNING!: Catatan dibawah ini banyak sekali unsur ngaco, ngalai dan lebai-nya, siapkan mental dan jantung anda.

Aaahheeerrm… uhuuk… test… test… satu dua tiga… test… aaa kenalin, nama saya Takim… umur baru 19 tahun (*malu-malu). Menurut kabar kucing yang beredar, banyak yang bilang saya ganteng (mbbeeehhkk… koottteekk kootteekk…!!!). Katanya lagi, saya juga anak baik, rajin, suka menabung, buang sampah pada tempatnya, minum air dari gelas dan makan nasi dari piring… ihihii jadi maluu (wajah bersemu merah kehitaman). Ini loo, saya mau certain tentang perjalanan anu… perjalanan anu… (terdiam sebentar)… tapi kok saya lupa mo certain apa ya? PLAK! (mukul kepala sendiri…), oo iya saya mo ceritain tentang perjalanan panjang musik yang pernah saya sentuhh… ehehe, dibaca ya… awas kalo ga dibaca… gak rugi lo… yyuuk mari…


(Menepuk kedua tangan dan menggosok-gosoknya…) Pagi anak-anak? Apa kabar kalian hari ini? Baikkk? Udah sarapan? Heheheh… baguslah kalo gitu… mmm hari ini bapak akan cerita tentang diri bapak… *oke, kalo yang ini minjam pembukaannya guru saya ketika esde…
Ya… kali ni saya mau menceritakan tentang musik yang pernah menghiasi perjalanan panjang hidup saya sejak saya lahir hingga saat ini. Yah, mengingat umur saya yang baru 19 tahun (bohongan) ini, maka sudah banyak musik dari waktu ke waktu yang mempengaruhi perjalanan hidup ini…  uhuuk uhukk… *minum obat batuk

Okeeeh, kita langsung mulai ketika saya esde… kenapa esde? Karena dari situ saya bisa mengingat… mmm pas esde dari kelas 1 sampe 6, musik yang saya dengar dan saya sukai sesuai dengan perkembangan umur, yaitu musik anak-anak… beda dengan anak jaman sekarang yang udah sangat langka mendengarkan music anak-anak. Mereka sekarang lebih terbiasa disuguhi musik-musik pop dengan lirik dewasa, sungguh terrrrlaluu *logat bang haji. Mmm, saya masih ingat ketika saya esde banyak penyanyi cilik yang muncul di tipi, ada kakak Enno Lerian, si imut Agnes Monica, Joshua, Bondan Prakoso, Trio Kwek Kwek dan masih banyak lagi. Tetapi yang paling saya cintai dan idolai adalah MAISSY (Maissy, I Love You!!! *triak-triak histeris dan lonjak-lonjak sambil ngangkat karton gede bertuliskan ‘MAISSY IS MY LIFE’…). Masa muda yang so sweet bukan?

Next, masuk pra-remaja yaitu esempe. Di masa ini, saya gundah galau gulana berkelana bersama iguana ke padang savanna di Afrika sana untuk berpindah aliran musik yang lebih dewasa. Selain karena masih terkungkung dengan musik anak-anak tentunya. Ditambah, pada masa ini saya banyak bersentuhan dengan berbagai aliran musik dan hampir semuanya saya sukai mulai dari Pop Minang dan Dangdut (Mama selalu memutar kaset-kaset Minang atau dangdut di tape pagi-pagi ketika saya akan berangkat sekolah, sehingga doktrin Minang dan Dangdut hampir selalu berputar-putar di pohon kelapa saya, eh di kepala saya…). Kemudian India (ini karena pengaruh Papa yang emang tergila-gila ma musik yang satu ini) *langsung putar lagu kuch kuch hota hai… “tumpah air he… basah baju he… marah-marah jadi ne… pukul-pukul gendang he…” lo? Kok jadi kucek-kucek baju he…? Lanjut, karena pergaulan dengan teman-teman sebaya di esempe terutama seorang sahabat berinisial AN (kayak residivis aja pake inisial), saya mulai kenal Jamrud (Alternatif Rock), Padi (Pop), Guns n Roses (Heavy Metal), de es be… Mindset saya akan musik mulai terbuka di sini. Saya baru menyadari dunia musik itu ga cuma musik Anak-anak, Qasidah, Minang, Dangdut dan India saja (kasihan kamu naak… puk… puk… puk…). Dengan banyaknya aliran musik yang saya temui saya baru tau banyak musik yang asik. Namun, dari sekian banyak pengaruh musik di atas hanya Jamrud dan Guns n Roses yang benar-benar saya sukai… nah dari sinilah hati kecil saya mulai bertanya-tanya… walau saya menyukai musik mereka, namun masih ada yang kurang dari musik-musik Jamrud dan Guns n Roses tersebut. Ya, kurang keras, kurang berisik dan kurang (tahu) berontak. Maka mulailah kembali saya berkelana ke berbagai dunia mencari musik yang benar-benar sesuai dengan selera makan saya. Setelah itu, masih di esempe, kelas 3 tepat nya, muncullah DZP. Nah, siapa itu DZP? Dari mana dia muncul? Bahan apa yang terkandung dalam DZP? Oh maaf, ternyata cowo ini teman sekelas saya pas kelas 3, DZP adalah inisial dia (wookkeee!). Saya masih ingat dia dengan gaya slengek-an dan songongnya ‘mencimees-cimees’ (ceng-cengin/nyindir-nyindir/ngolok-olok) selera musik saya waktu tu (yang demen dangdut, India, de el el). Dengan bangga dia selalu mempromosikan Slipknot, Obituary dan Betrayer-nya kepada saya yang ketika itu masih ingusan, lugu, polos, pake kacamata min 3, tubuh kurus tinggi, rambut belah tepi pake poni dan masih belum lurus kencing itu. Saya merasa di-bully dan cuma bisa clanga-clongo ndenger cincong dia karena saya ga kenal dan ga pernah denger nama ben-ben yang dia sebutkan di atas. Beberapa hari setelah cincong ria DZP itu, dia meminjamkan saya pisidi album IOWA-nya Slipknot (kalo ga salah akhir 2001-an). Saya bawa pulang dan coba putar di pisidi player saya di rumah, langsung hentakan singlet tak terpakai eh hentakan single ‘Left Behid’ sebagai opening-nya Slipknot di album tersebut membuat mata saya terbelalak dan hati saya berkata… “Pengen Ganteng…” uppss, maaf salah tulis (malah curhat). Ok, kita rewind ya, zzuutt zuuutt (suara kaset diputar balik)… langsung hentakan singlet tak terpakai eh single ‘Left Behid’ sebagai opening nya Slipknot di album tersebut membuat mata saya terbelalak dan hati saya berkata… “INI DIA!! INI DIA YANG SAYA CARI-CARI!!!”. Sejak saat itulah saya jadi pasien tetap DZP dan jadi pengikut setia ajarannya. ALLAHUAKBAR!
Waktu pun berlalu, saya pun melangkahkan kaki mengayunkan tangan ke pos polisi memberikan sebuah dompet yang saya temukan di jalan (good boy), setelah dimintai keterangan dan memeriksa identitas si pemilik dompet, pak polisi ketawa-ketiwi karena dompet tersebut paru nya, aeh rupanya adalah milik saya sendiri. (wakakakaka… maaf, narasi diatas cuma buat refreshing ga ada hubungannya dengan isi note saya… gyahahahahahaha…! Lucu gak? Lucu gak? *hening 2 jam… Okesiiip… garing ternyata…). Sambungan… -pun melangkahkan kaki mengayunkan tangan menuju masa remaja nan indah yaitu SMA. Awalnya sedih juga sih, karena ga satu sekolah lagi dengan DZP (doi masuk STM), ga bisa lagi minjem-minjem kaset/pisidi metal dia (mental-mental gratisan sepertinya sudah terbentuk di sini). Untunglah waktu tu MTV Indonesia punya program acara MTV After School Rocks yang khusus menayangkan video klip musik alternatif (rock/metal) dan untungnya lagi jadwal acaranya setiap saya pulang sekolah. Jadi saya masih bisa ngikutin perkembangan aliran musik ini dan punya referensi untuk dengerin musik yang saya cintai dan saya idolai ini di masa-masa yang indah tersebut… (makasi MTV… *cium-cium tipi). Dari acara ini saya mulai kenal dengan System of a Down, Drowning Pool, Kittie, Deftones, P.O.D, Korn dll (sekali lagi makasi MTV… *kasi Indomie ke tipi… tapi karena saya ingat tipi ga bisa makan, maka saya ambil kembali indomie tersebut dan merebusnya). Entah kenapa saya terlalu terlarut di dunia musik scene keras ini, padahal teman-teman seumuran kebanyakan heboh dengan musik yang berjiwa remaja dan penuh warna cinta seperti Peterpan, Dewa 19, Padi, ato Sheila On 7. Sementara saya malah anti terhadap musik-musik pop Indonesia dan Barat jaman itu, kecuali J-Pop. Music J-Pop pun saya milih-milih, hanya menyukai Utada Hikaru dan L’arc~en~Ciel… nah kalo urusan J-Pop saya satu hati jiwa raga dan bau dengan sohib saya (lagi-lagi berinisial) FEP.
Back to main topic, di sini perlu anda-anda ketahui atao basa gehol Inggrisnya FYI (For Your Information), dari warna dan lirik music-musik keras ini entah mengapa saya seperti diterapi dan diajari untuk mengendalikan emosi saya dan hanya memperlihatkannya di tempat-tempat tertentu *enelan… ciyus lo.
Mungkin karena musik yang keras dan agresif, saya jadi bisa keluar dan lepas dari rasa frustrasi dan kemarahan masa muda. Dari musik ini saya merasa bisa meredekan situasi hati atau mood yang sedang buruk *nice huh?. Jadi misal saya lagi jengkel abis (pengen ngeluarin jurus nyolok mata orang misalnya), bisa saya tahan dan ga kelihatan, atopun kalo lagi kesel bisa saya kendalikan setelah mendengar musik-musik ini. Tetapi kalo lagi nahan kebelet beol baru jelas kliatan (ok, garing dan ga nyambung lagi).

Next-next… Teng teng teng (terdengar dari kejauhan bunyi mangkuk dipukul-pukul…). Wah ada bakso lewat! Maaf sebentar ya pembaca, saya beli bakso dulu… bentar kok… iya, paling ga nyampe 15 menitan… *langsung ngambil sandal dan ngejar abang bakso.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

3500 tahun kemudian…

Okeeh, kembali ke leptoop…! PEEMIRSAA!!! (Uuooee!!) Aa Pepe… Mimir… Sasa… PEMIRSA! *ngangkat tangan kanan (Eaa…!) *angkat tangan kiri (EEaa…!!) *goyang-goyangin kedua tangan (EEaaa…!! EEaaa…!! EEaaa…!! EEaaa…!!). Udah…! Kerja… kerja… jaaa…ker… Ngomong-ngomong, bahasa kampung saya Belanda bilang Pratten-Pratten (maaf om Tukul gaya anda banyak saya tiru *sembah sujud langit bumi). Memasuki bangku bus kota eh bangku kuliah, pemikiran anti-pop saya mulai berkurang. Hal ini karena dipengaruhi oleh teman 1 kos yang punya banyak koleksi mp3 musik pop ballad dan mellow waktu tu. Karena dia sering mutar mp3-nya sepanjang hari, maka secara mau tidak mau saya ikut mendengarkannya. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit, saya pun mulai dirasuki arwah pop mellow dan kesurupan (oke,lebay). Hal lain yang mempengaruhi saya mulai menyukai dunia pop mellow adalah karena saya mulai kenal dengan CINTAAA!!! (teriak gaya Rapi Amat), CINTA!!! CINTA TIDAK MENGENAL USIA!!! (teriak gaya Rapi Amat lagi). Saya mulai kenal dengan patah hati, nyesek, galau dan sejenis kelamin lainnya, dan ketika saya dalam kondisi patah hati, nyesek, galau dan sejenis kelamin lainnya itu terus saya dengerin musik mellow, srraaassshhh ssrraaassh… rasanya kita benar-benar dikasihani, disantuni, disimpati dan dimengerti gituh (uugghh, home sweet home… eh, so sweet maksudnya). Saya mulai suka dengan Naff saat itu (Naff emang de bes lah kalo urusan mellow). Selain itu saya juga memiliki WH, sohib kuliahan yang suka musik pop ballad. WH ini paling update soal urusan musik mellow. Belum dirilis di tipi lagunya, dia udah punya mp3-nya aja, ckckckckc. Namun di sisi lain jiwa rebellion saya masih kuat ngamuk-ngamuk di pasar, eh dalam hati. Saya masih terus mengikuti perkembangan musik keras. Pada masa kuliahan ini perkembangan music extreme saya makin baik. Dikarenakan bantuan jaringan world wide web. Saya mulai kenal dan menyukai aliran music extreme lainnya seperti Hardcore, Metalcore, Deathcore (makasi kepada Suicide Silence yang membuka mata mata saya tentang aliran ini), dan Grindcore (semua jenis music diatas pada awalnya saya kira adalah titisan dari Metal juga tapi ternyata bukan… mereka adalah titisan dari Dewa Wisnu eh salah titisan aliran Punk) hingggggggaaaaaaaaa saat ini, music ini makin jadi insirasi saya dalam berbagai hal. Lalu saya menyadari saya tu suka music yang ga setengah-setengah, kalo keras ya keras abis, kalo mellow ya mellow marshmallow gitu.
Lalu bagi sebagian teman yang tau saya hobi musik ini kadang terheran-heran juga, soalnya tampang culun lugu dan polos saya tidak menunjukkan secuilpun kegaharan, ditambah mereka merasa ajaib dengan saya yang bisa dibuat tidur dengan iringan music keras ini. Hehehe… begitulah sedikit banyak ceritanya… namun satu hal saya tekankan lagi menyukai musik keras tidak selalu identik sikap dan prilaku yang anarki pula (seperti kebanyakan lirik-lirik dalam lagu-lagu metal dan sebangsanya), tidak. Buktinya adalah saya yang tetap imut kayak semut, pangamek, kalem, lemah lembut, tutur kata halus, prilaku sopan santun, suka perai, rajin tertawa, dan doyan sate ini. SAY NO TO DRUG AND ANARCHY, STAY BRUTAL!!! HASTA LA FISTA…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batagak Tunggak Tuo

Prompt #71: Her

Prompt #71: This Journey With You